Mampukah Indonesia mencapai Target dalam COP 29?
Pada tanggal 12-13 November 2024 lalu, Conference of the Parties ke-29 (COP29) UNFCCC telah diadakan di Kota Baku, Azerbaijan. Sekitar 40.000-50.000 delegasi menghadiri COP 29 yang terdiri dari beberapa perwakilan di seluruh dunia. Delegasi yang ikut serta diantaranya terdapat kepala negara, diplomat, ilmuwan iklim, pemimpin serikat pekerja, dan aktivis lingkungan.
Perwakilan Indonesia turut hadir dalam konferensi kali ini. Dipimpin oleh Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia, Bapak Hashim S Djojohadikusumo. Delegasi terdiri dari beberapa instansi Kementerian dan lembaga yang terkait, antara lain: Kementerian lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, Kementerian luar Negeri, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan, serta Kementerian dan Lembaga yang menaruh fokus pada lingkungan.
Program yang di sampaikan pada COP 29 antara lain mencapai swasembada pangan, energi, dan air. Serta Indonesia terus konsisten dalam menyuarakan kepentingan negara berkembang dalam Upaya membatasi kenaikan suhu permukaan bumi di bawah 1,5 derajat celcius.
Progam Indonesia pada COP 29 kali ini begitu menarik. Sebab, di Tengah arus globalisasi yang sangat masif. Indonesia berkesempatan menyuarakan isu hangat terkait lingkungan dewasa ini, apalagi negara dengan penghasil karbon terbesar di dunia tidak sempat hadir dalam COP 29 kali ini. Negara tersebut ialah Amerika Serikat, China, dan Perancis.
Pertanyaannya ialah, apakah Indonesia sanggup mewujudkan apa yang ingin dicapai? Menurut penulis, tergantung kesadaran para petinggi negara serta kesadaran masyarakat. Karena masih banyak isu lingkungan yang terjadi di negara Indonesia saat ini seperti: kebakaran hutan, banjir, gagal panen, serta longsor yang terjadi pada beberapa daerah di Indonesia. Apalagi penggunaan transportasi pribadi di Indonesia masih cukup membludak, menyebabkan hasil emisi karbon yang sangat tinggi. Serta banyaknya tambang ilegal yang tidak mementingkan keberlanjutan lingkungan dapat merugikan penghuni sekitar. Secara realistis, apa yang disampaikan pada COP 29 kali ini cukup riskan, karena masih masifnya isu yang telah penulis maksud di atas. Terlebih penggundulan hutan yang begitu massif terjadi di Kalimantan dan Papua, sangat merugikan masyarakat. Menurut Penulis, Indonesia masih harus berbenah dalam menanggulangi isu lingkungan dengan perlahan, memberikan edukasi terhadap masyarakat terkait lingkungan sekitar, dan membuat kebijakan transportasi umum untuk menekan emisi bergerak di kota-kota besar Indonesia.
Langkah-langkah yang akan diambil Indonesia pada kebijakan luar negeri melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan menyepakati Baku Climate Unity Pact yang mencakup New Collective Quantified Goal (NCQG) atau komitmen negara maju untuk pendanaan aksi iklim negara berkembang, dalam hal ini termasuk Indonesia. Dengan dana yang mencapai 300 miliar USD pertahun pada 2035 mendatang. Indonesia akan memperkuat hubungan bilateral dalam mengurangi emisi global, termasuk perdagangan karbon yang transparan yang tertera pada article 6 dari Paris agreement mengenai kredit karbon yang telah diterapkan melalui kerjasama antara Indonesia dan Jepang dengan mekanisme Mutual Recognition Arrangement (MRA).
Indonesia saat ini sudah dijalan yang benar mengenai isu perubahan iklim. Tetapi masih banyak yang perlu diperbaiki guna mencapai tujuan tersebut. Indonesia dapat membuat gebrakan seperti penambahan dana terhadap isu lingkungan, serta mengajak masyarakat bersama-sama dalam menanggulangi isu lingkungan. Dengan ditargetkan Indonesia yang akan mencapai bonus demografi pada 2045. Hal tersebut bisa menjadi upaya untuk mewujudkan apa yang disampaikan pada COP 29 kali ini.
Penulis: Abd. Latif Indri (Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Bosowa)
