Menyingkap Sejarah Penanggalan dalam Islam
Juli 10, 2024
Pada masa pemerintahan Umar Ibn Khattab, salah seorang sahabat Nabi yang cukup banya melakukan ijtihad dalam soal-soal agama, terjadi dialog dan menjadi cikal bakal penentuan kalender dalam Islam dan Hijrah Nabi dari Makkah ke Yastrib menjadi acuan awal penanggalannya.
Seorang tokoh sejarawan terkemuk yang cukup kredibel untuk menuntun kia menyelami secara filosofis penanggalan Islam adalah Arnold Joseph Toynbe. Teorinya yang cukup familiar "withdrawal-return " mundur mapan-kembali maju, mencoba mengartikulasikan peristiwa besar yang setiap tahunnya diperingati pada 1 Muharram oleh umat Islam sebagai Islamic New Year.
Orang-orang yang berhasil membangun peradaban (baca: Agama dan Masyarakat) awal perjuangannya pasti dimulai dari meninggalkan lingkungan masyarakat dan tanah kelahirannya (Ibrahim, Musa Zoroaster, dan Muhammad) mereka inilah yang oleh Toynbee disebut sebagai " creative minority", mereka (kelompok kecil) yang bergumul dalam sejarahnya, proaktif merespon tantangan dan menggagas paradigma baru.
Secara etimologi, kata Hijrah berasal dari kata kerja lampau 'hajara' yang berarti (a) pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya, atau (b) dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik. Definisi kedua itu nampaknya yang paling relevan.
Hijrah secara lahiriah merupakan perpindahan fisik dalam hal ini Nabi Muhammad dan sahabat berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Hali itu bukanlah tindakan pecundang yang lari dari tanggung jawab dan kegagalan dakwah, akan tetapi hijrah merupakan strategi Nabi untuk membangun kekuatan (mundur mapan) dari Makkah ke Yastrib, akibat ancaman dari oligarki (penguasa, kapitalis dan buzzer ) Makkah, setelah berhasil membangun kekuatan daan menyusun siasat barulah kemudian Nabi kembali maju dari Madinah ke Makkah sehingga terjadilah peristiwa Fathu Makkah ( pembebasan, kemerdekaan).
Nurcholis Majid (Cak Nur) dalam merefleksi peristiwa hijrah, Makkah ke Yastrib yang oleh Nabi diubah menjadi Madinah yang secara literal berarti Kota, peradaban. Menurut Cak Nur kebijakan Nabi mengubah Yatrib menjadi Madinah merupakan isyarat untuk mengubah model dan cara hidup masyarakat Arab. Masyarakat Arab fase Makkah sangat tiranik, despotik, tribal (kesukuan, tertutup) mengukur kemuliaan berdasarkan prestise bukan prestasi yang oleh Yudi Latif disebut masyarakat patrimonial (segala sesuatu diwariskan oleh bapak; jabatan, status sosial, dsb) menuju masyarakat yag terbuka, demokratis, toleran dan partisipan atau Cak Nur meyebutnya civil society yang oleh Gusdur diistilahkan dengan kosmopolitanisme.
Nabi membangun masyarakat madani yang bercirikan egaliteranisme, penghargaan berdasaran prestaasi bukan prestise, partisipasi dan keterbukaan masyarakat serta penentuan kepemimpinan berdasarkan pemilihan/ musyarawarah bukan keturunan.
Seorang sosiolog ternama, Robert Neelly Bellah, menukilkan bahwa masyarakat madani yag dibangun Nabi Muhammad merupakan konsep masyarakat modern sebagaimana termaktub dalam piagama Madinah. Konsep semacam itu telah melampaui zamannya, sehingga ilkim keadaban itu hanya bertahan sampai ada masa Khulafaur Rasyidin, saat masa pemerinthan Bani Umayyah yang dipelopori Muawiyyah Bin Abu Sufyan kehidupan masyarakat Arab kembali menjadi Tribal Society, Patrimonial.
Sikap Patriotisme Nabi dan sahabat menadi prestasi yang sangat luar biasa sebagaimana diabadikan dalam Al - Qur'an ( 3) : 110 sebagai khaira umma, umat terbaik ( the chosen people ) yang memliki " tanggung jawab kerasulan"; Ukhirijat linnas (berorientasi sosial) ativisme sejarah (bekerja ditengah - tengah manusia), amar ma'ruf (dinamika bekerja dan kreativitas), nahi mungkar (meninggalkan hal keburukan atau tidak produktif) tu'minuna billahi (spiritualitas) seirama dengan itu Kontuwijoyo menyebutnya sebagai pilar Ilmu Sosial Profetik (Humanisasi, Liberasi dan Transendensi)
Dalam konteks Indonesia Cak Nur sebagai Cendekiawan Muslim sangat gigih mengkampanyekan ide masyarakat madani (civil society) sebagai cita-cita masa depan bangsa. Lantas bagaimana kaum muda berkaca pada peristiwa hijrah, sebagai pembelajar sejarah yang baik kaum muda mesti mewarisi apinya bukan abunya, begitu Soekarno berpesan.
SELAMAT TAHUN BARU ISLAM 1446H.
Penulis: (Awal Firmansyah)
Editor: Nun Mutmainnah
