Senjata Tajam tidak Melulu Kasat Mata

 


  Kata-kata, sekumpulan bunyi atau tulisan, memiliki kekuatan yang luar biasa. Komponen yang merupakan penyusun kalimat tersebut dapat membangkitkan semangat, memberikan inspirasi, namun juga dapat melukai, bahkan menghancurkan sampai relung hati. Dalam era digital seperti sekarang, setiap individu memiliki panggung untuk bersuara, penggunaan kata-kata yang tidak bijak semakin sering terjadi. Sebuah ungkapan, baik lisan maupun tulisan, dapat membangun atau meruntuhkan. Sebagai alat komunikasi, tentu memiliki dimensi yang cukup kompleks. Bukan hanya sekadar simbol, kata-kata yang mengandung muatan emosi, nilai, dan pandangan dunia. Ketika digunakan secara sembarangan, kata-kata dapat menjadi senjata yang melukai hati dan nurani.

     Tempo hari tengah beredar sebuah video yang menampakkan seorang artis muda kondang dan salah satu tokoh agama terpandang dengan pernyataannya yang dianggap memicu perdebatan sengit di ranah publik. Pernyataan tersebut tidak hanya menampar sebagian besar perasaan lelaki karena kecenderungan 'generalisasi'. Beberapa lelaki berjuang dan tidak berisik hanya untuk memenuhi tanggung jawab keluarga. Sehingga hal demikian memunculkan opini tentang gaya berbicara seorang figur yang katanya independen dan yang agamis. Seorang Tokoh Agama dengan menyebut kata-kata yang sangat lantang dan ujaran tidak pantas seperti kata "goblok" dalam spektrum dakwah, dengan dalih di penghujung bahwa "hanya guyonan". Sangatlah tidak etis dalam pandangan publik.

Dalam Al Hujurat (11) (detik Al hikmah) Seorang hamba Allah SWT dilarang memastikan kebaikan atau keburukan seseorang hanya berdasarkan amal perbuatannya. Ada kemungkinan seseorang tampak beramal baik, tetapi di dalam hatinya Allah SWT melihat terdapat sifat tercela. Sebaliknya, mungkin ada seseorang yang tampak melakukan perbuatan buruk, tetapi dalam hatinya dipenuhi penyesalan yang mendorongnya untuk bertobat. Oleh karena itu, amal perbuatan yang terlihat hanyalah tanda-tanda yang dapat menimbulkan sangkaan, tetapi belum bisa dianggap meyakinkan.

"Sesungguhnya Allah SWT tidak memandang kepada rupamu dan harta kekayaanmu, akan tetapi la memandang kepada hatimu dan perbuatanmu." (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)

     Kata-kata memiliki kekuatan yang dahsyat untuk membentuk dunia kita. Penggunaan kata-kata yang bijak dan bertanggung jawab sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan beradab. Sebagai individu, kita perlu mengembangkan kesadaran akan dampak ucapan kita terhadap orang lain. Sementara itu, sebagai masyarakat, kita perlu menciptakan lingkungan yang mendukung penggunaan bahasa yang santun dan menghormati. Dalam buku, "Words That Wound," menjelaskan bahwa kekerasan verbal, seperti penghinaan dan pelecehan, dapat menimbulkan trauma psikologis yang serius. Trauma ini dapat merusak harga diri, mengganggu hubungan interpersonal, dan memicu berbagai masalah yang akan jadi persepsi miring di khalayak umum. Setiap kata yang kita ucapkan memiliki konsekuensi, baik itu positif maupun negatif. Dalam era digital, di mana kata-kata dapat menyebar dengan sangat cepat, tanggung jawab kita sebagai pengguna bahasa semakin besar. Marcos dalam, "Kata Adalah Senjata", mengingatkan bahwa kata-kata bukanlah alat yang netral. Kata-kata memiliki kekuatan untuk membentuk realitas, mengubah pikiran, dan memicu tindakan. Ucapan yang memiliki unsur diskriminasi ataupun intrik dapat menjadi "peluru" yang melukai nurani dan memperkuat sistem penindasan. Kata-kata dari publik figur, baik yang positif maupun negatif, telah menjadi "senjata" yang memengaruhi opini publik dan memicu berbagai reaksi. Hal ini menegaskan pentingnya menggunakan kata-kata dengan bijak dan bertanggung jawab, terutama di era digital di mana setiap kata yang kita ucapkan dapat memiliki dampak yang luas.

     Stop menormalisasi hal tersebut sebagai hal yang hanya bersifat guyon ketidaksengajaan dan berpendapat bahwa stimulus tersebutlah yang mengantarkan seorang mendapat reward karena rasa iba orang lain sebagai alternatif penyembuhan. Sampai kapanpun Adab tetap harus dijunjung tinggi dalam tatanan sosial bermasyarakat dan bernegara. Setetes keringat dari pejuang nafkah yang dilakukan secara ikhlas, boleh jadi lebih mulia daripada ujaran-ujaran yang tidak pantas untuk disampaikan di hadapan publik dengan rasa bangga.

Wallahualam bisshowab, semoga Tuhan memberikan kita semua petunjuk dan keselamatan. Aamiin.



Penulis: Fian Anawagis (Founder TBM AKulturasi)